Senang rasanya, melihat para pejabat yang korup akhirnya mendapat putusan pengadilan dan hukuman kurungan. Namun yang terasa aneh adalah hukumannya tidak sebanding dengan kerugian negara dan anehnya uang yang di korupsi tidak disuruh dikembalikan atau tidak ada pernyataan hakim yang menyatakan bahwa besarnya uang korupsi harus dikembalikan ke negara. Benar benar aneh!
Contoh pertama adalah Gayus. Gayus mendapat vonis 7 tahun penjara plus denda 300 juta. Dalam persidangan, gayus terbukti merugikan negara sebesar 570 juta. Nah loh, kok dikit amat? Anggaplah gayus merugikan negara 570 juta, terus kenapa dia hanya di denda 300juta? artinya masih punya 270 juta kan? Belum lagi rekening gendut yang nilainya milyaran, itu kok ga ada kabar suruh mengembalikan atau memang belum diputus oleh hakim mengingat kasus dan tuntutan yangberlapis lapis.
Contoh kedua adalah Nazarudin. Si nazar ini terbukti mendapakan cek senilai 4.7 Milyar dan hanya mendapatkan hukuman 4 tahun, 10 bulan penjara plus denda 200 juta. Di persidangan juga tidak ada keterangan harus mengembalikan uang senilai 4.7 Milyar tersebut. Coba kita hitung, 4.7 Milyar dikurangi 200 juta masih ada sekitar 4.5 Milyar. Anggap saja untuk membiayai pengacara habis 1 Milyar, masih ada 3.5 Milyar. Dengan asumsi diatas, sama saja perbulan selama 4 tahun 10 bulan penjara, Nazar mendapat "gaji" 60 Juta perbulan, Masih lebih tinggi dibanding pendapatan rata rata seorang rakyat indonesia selama 1 tahun.
Saya menyarankan hukumannya cukup sederhana, tidak perlu di penjara, mengingat pejabat dan orang kaya kalau di penjara mintanya penjaranya seperti hotel. Kalau tidak, nanti sakit sakitan dan harus dilarikan kerumah sakit. lebih baik Potong tangan dan kembalikan uang hasil korupsi sebesar 100%. Saya yakin pejabat yang mau korupsi akan mikir 1000x sebelum korupsi.
Namun, hukuman seperti itu susah di implementasikan, apalagi hukuman mati bagi koruptor. Kenapa? karena para pembuat hukum di negeri ini sendiri ditengarai "sarang" koruptor?